Halaman

Kamis, 05 Juni 2014

Galila



Judul : Galila
Penulis : Jessica Huwae
Editor : Rosi L. Simamora
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, Maret 2014
336 hlm

"Bagaimana bila kita memulai kembali - mengulang kembali semuanya secara wajar?"
Perempuan itu mengangguk ringan. Kabut kesedihan telah tersapu lenyap dari wajahnya.
"Namaku Edward Silitonga, kamu bisa memanggilku Eddie." Edide mengulurkan tangan. 
"Galila," sambutnya.
"Hanya Galila?"
"Tanpa nama belakang."

Ya,  perempuan itu bernama Galila, tanpa nama belakang atau yang lazim disebut marga. Tentu saja aneh bila seorang anak tak punya marga, apalagi yang notabene berasal dari Maluku seperti Galila. Tapi karena kepergian ayahnya yang menorehkan luka bagi dia dan ibunya, maka nama belakang itupun terhapus demi menghapus luka yang ditinggalkan. 
Pepatah mengatakan hidup bisa berubah dalam satu kedipan mata. Atau secepat membalikkan telapak tangan. Dan bahwa waktu adalah daya yang mengubah segalanya. Peluang, keberuntungan termasuk garis hidup seseorang.   (hlm. 35)

Meninggalkan masa lalu yang kelam, Galila merapat ke ibukota mencoba peruntungannya dengan mengikuti kontes menyanyi. Tak disangka dia ternyata menjadi juara dan akhirnya ikut menyelami kehidupan ibukota sebagai artis. Meski begitu dia tetap menutup rapat kisah masa lalunya itu dan bergerak menata hidupnya yang sudah tampak bersinar cemerlang di depan sana. 

Hingga kemudian pertemuannya dengan Eddie,  pria yang membuatnya jatuh cinta dan akhirnya membentuk keberaniannya untuk memperjuangkan kisah cintanya kali ini.

Diceritakan dengan alur maju mundur, dan dikemas dalam cerita kisah cinta beda suku menambah apik kisah dalam buku ini. Satu dengan suku Batak yang tentu saja disajikan beberapa hal khas Sumatera sana, sementara yang satunya adat Maluku dengan latar daerah pesisir pantai yang indah serta bau rempah-rempah seperti cengkeh yang khas. Ah, tentu saja saya agak asing dengan yang berlatar Batak, namun lain halnya kalau dengan yang berlatar Ambon. Meski bukanlah orang Ambon, namun membaca buku ini saya bisa menggambarkan tempat-tempat maupun latar yang diceritakan dengan jelas dalam pikiran saya. Saparua, Masohi, Pantai Natsepa, Pelabuhan Tulehu, ikan asar, sagu, aroma cengkeh bahkan logat ose dan beta serta hal-hal lainnya lekat dalam pikiran saya. Meski sepertinya hanya mengambil sedikit saja porsi dalam buku ini, seperti halnya kisah kembalinya Galila ke Ambon yang hanya diceritakan dalam dua bab terakhir. 

Oh ya, ketika sepenggal kisah tentang Greta, saya yang pelupa ini tiba-tiba merasa deja vu
"Ah, ini saya pernah baca, di mana ya?" batin saya.
Dan dengan berpikir keras, saya baru menyadari betapa bodohnya saya. Tentu saja, saya pernah membaca kisah tersebut di buku Jessica Huwae yang lain yakni di "Skenario remang- remang". Hehe... Rupanya novel ini adalah pengembangan dari salah satu cerita pendek dalam kumpulan cerita karya Jessica dalam buku tersebut. *toyor diri sendiri...

Baiklah, lupakan itu, intinya novel ini ingin menyampaikan bahwa setiap orang tentu saja punya rahasia masa lalu maupun kehidupan pribadi  yang tak perlu untuk diberitakan ke seluruh dunia, serta bagaimana setiap orang berhak untuk memperjuangkan cintanya. Oh ya, tak lupa pula saya juga salut untuk sang tokoh antagonis, ibunya Eddie yang keukeuh untuk mencarikan jodoh yang terbaik bagi anaknya sesuai dengan tuntutan adat dan tradisi mereka. Meski untuk bagian ini saya merasa agak kesinetronan-kesinetronan... (halaaah bahasa apa pula ini...?) Dan kemudian ada banyak pesan moral yang diselipkan, terutama dengan banyaknya penggalan-penggalan ayat Alkitab dalam novel ini. Dan terakhir tentang issue kerusuhan Ambon yang sempat di angkat. Ah, itu memang masa lalu yang kelam. Saya sendiri tak mampu membayangkan bagaimana hal seperti itu dulu bisa terjadi. Tapi memang hal itu benar adanya, saya sendiri kerap meringis miris saat mendengar ceritanya dari suami yang mengalami sendiri hal tersebut. Yah, mudah-mudahan kita bisa belajar lebih banyak lagi dari peristiwa tersebut agar kita tak lagi mudah terprovokasi oleh hal-hal yang remeh hingga menimbulkan bencana besar.

Oh ya, dan yang paling terkhir, saya lalu dengan penasaran bertanya : "Apa kabarnya Greta? Koh Kong? Dan bahkan Yunita?"
Penasaran.com
:)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar